
Andika Surrachman, pemilik First Travel http://tribunnews.com
SUMBER: TRIBUNNEWS.COM.
Andika Surrachman dan Anniesa Hasibuan, pemilik biro perjalanan umrah, First Travel, menjadi perbincangan hangat di berbagai media beberapa hari belakangan ini. Sejak ditangkap 22 Agustus 2017 lalu, pasangan suami istri tersebut ramai dibicarakan. Tiba-tiba saja mereka tenar. Ketenaran mereka bahkan mengalahkan Fahri Hamzah, anggota dewan yang begitu getol menyuarakan pembubaran KPK itu, atau Tifatul Sembiring, yang sepertinya masih perlu belajar membedakan kampanye dan berdoa.
Kelakuan pasangan suami istri tersebut
membuat kita terkaget-kaget sekaligus geram. Kenapa tidak, dana yang
telah disetorkan oleh puluhan ribu calon jemaah umrah ke rekening
mereka, yang totalnya mencapai Rp. 848,7 miliar itu, diduga mereka
gunakan untuk membeli sejumlah aset. Uang tersebut dikonversi menjadi
bangunan serta mobil-mobil mewah, hingga aset berupa restoran yang
mereka miliki di London, Inggris.
Bukan hanya berbagai aset yang dibeli
dengan uang para calon jemaah umrah itu, lewat foto-foto pribadi yang
belakangan banyak diunggah di berbagai media daring itu, membuat kita
geleng-geleng kepala. Liburan ke luar negeri yang begitu mewah, serta
gaya hidup mereka yang begitu glamor, sungguh membuat hati miris.
Gaya hidup mewah mereka tersebut berbanding terbalik dengan 58.682 calon jemaah yang hingga kini nasibnya masih terkatung-katung. Ketika para calon jemaah tersebut harus berjerih lelah mengumpulkan uang dan selanjutnya menyetorkannya ke pihak First Travel demi hasrat mereka untuk melaksanakan umrah, dengan begitu mudahnya diperguanakan untuk kepentingan pribadi si bos.
Modus yang digunakan oleh Andika dan
Anniesa untuk mempromosikan biro jasa perjalanan umrahnya, membuat
banyak orang tergiur. Mereka menawarkan paket umrah yang cukup murah,
hanya Rp. 14,3 juta per orang. Harga tersebut jauh lebih murah jika
dibandingkan dengan agen-agen perjalanan lainnya. Bahkan harga yang
mereka tawarkan terpaut jauh dengan harga yang ditetapkan oleh
Kementerian Agama, yakni sekitar Rp. 21 juta per orang.
Harga yang begitu murah tersebut membuat
sekitar 72.682 tertarik dan menyetorkan uangnya. Kebijakan yang mereka
tempuh dengan menggunakan jasa beberapa artis ternama sebagai cara untuk
mempromosikan biro perjalanan mereka, dengan cara memberangkatkan para
artis tersebut umrah gratis, mampu meyakinkan para calon jemaah
tersebut.
Kasus First Travel setali tiga uang dengan terungkapnya kasus yang melibatkan Saracen yang juga menjadi viral
saat ini. Saracen merupakan sebuah jaringan sindikat yang kerap
menyebarkan ujaran kebencian bermuatan SARA di media sosial. Sekitar 800
ribu akun tergabung dalam jaringan tersebut. Ratusan ribu akun tersebut
saban hari menyebarkan ujaran kebencian terhadap para pejabat publik,
termasuk presiden dan juga beberapa partai politik.
Bukan hanya para pejabat, jaringan Saracen juga kerap menyerang agama dan kelompok-kelompok tertentu dengan berita-berita bohong yang kerap mereka sebar. Konon katanya, jaringan ini bekerja berdasarkan pesanan. Mereka rutin mendatangi pihak-pihak yang membutuhkan bantuan mereka untuk menyebarkan berita-berita bohong untuk menyerang pejabat atau kelompok tertentu di media sosial, dengan meminta bayaran hingga puluhan juta Rupiah.
Jenis berita bohong dan kebencian yang
akan mereka sebar disesuaikan dengan keinginan pihak pemesan. Beginilah
cara mereka untuk bekerja, dan beginilah cara mereka menghasilkan uang.
Mereka bekerja tanpa memikirkan efek yang ditimbulkan oleh ulah mereka
tersebut. Kebohongan yang acap mereka sebar tersebut memicu munculnya
polarisasi serta konflik horizontal di tengah-tengah masyarakat.
Lalu apakah persamaan First Travel dan
Saracen? Keduanya sama-sama terkenal karena tindakan mereka yang telah
merugikan banyak pihak. Jika First Travel merugikan puluhan ribu calon
jemaah umrah secara materi, Saracen merugikan pihak-pihak tertentu
dengan berita bohong yang mereka sebar.
Dari berbagai kerugian yang ditimbulkan
kedua pihak tersebut, kita tidak melihat adanya pembelaan dari kelompok
yang selama ini menyatakan dirinya sebagai pembela yang terzalimi.
Ketika puluhan ribu jemaah dicurangi, kemanakah mereka? Ketika dana yang
mereka setor tersebut malah dipergunakan untuk kepentingan pribadi
pemilik First Travel, adakah mereka turun ke jalan membela para calon
jemaah haji yang dirugikan tersebut? Bukankah tindakan seperti itu yang
seharusnya disebut sebagai penistaan?
Hal yang begitu bertolak belakang dengan
apa yang dialami oleh Ahok. Ketika Ahok bekerja keras untuk
menyejahterakan rakyatnya, ketika Ahok berusaha semaksimal mungkin
merubah Jakarta menjadi lebih manusiawi dan modern, namun Ahok tidak
mendapat imbalan setimpal atas apa yang diperbuatnya. Ahok malah didemo
habis-habisan dengan tuduhan penistaan agama. Berpuluh-puluh ribu orang
berkumpul. Berpuluh-puluh ribu orang berteriak-teriak. Bukan hanya
sekali, bukan hanya dua kali, tetapi berjilid-jilid. Dengan satu
tuntutan: penjarakan Ahok.
Secara kasat mata kita dapat melihat.
Begitu banyak yang sudah dikerjakan oleh Ahok bagi warga DKI. Permasalah
akut yang selama bertahun-tahun dihadapi oleh warga, di tangan Ahok
diatasi dengan baik. Sungai-sungai menjadi bersih, jumlah daerah
langganan banjir menurun drastis, peremajaan dan modernisasi
transportasi, UMP naik 4 kali lipat, KJP bagi siswa kurang mampu, serta
jaminan kesehatan bagi warga DKI dengan KJS-nya.
Program reformasi birokrasi yang
dikerjakannya, juga diacungi jempol oleh banyak pihak. Ahok bahkan
beberapa kali mendapat penghargaan dari berbagai lembaga atas
keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi yang digagas dan
dilaksanakan oleh Ahok tersebut. Bukan hanya itu, Ahok juga berhasil
menyelamatkan puluhan triliun Rupiah uang Negara dari para tikus-tikus yang ingin menggerogotinya. Dan atas pencapaian hebat tersebut, Ahok juga beberapa kali dinobatkan sebagai tokoh antikorupsi.
Di samping itu, Ahok juga telah
memberangkatkan ratusan marbut (penjaga mesjid) untuk melakukan umrah.
Pertama kali dalam sejarah, Gubernur DKI Jakarta memberangkatkan
warganya hingga ratusan orang naik haji tanpa dipungut biaya sepeser
pun.
Akan tetapi, ada pihak-pihak yang
terganggu atas semua pencapaian dan sepak terjangnya. Isu SARA
dihembuskan begitu kencangnya. Ahok dibully beramai-ramai.
Beliau dituduh menista agama yang membuatnya diseret ke meja hijau. Ahok
ramai diperbincangkan. Ada yang pro ada pula yang kontra. Tetapi semua
itu tidak membuatnya mundur. Ahok menghadapinya dengan kepala tegak.
Ahok tidak berhenti berjuang untuk warganya. Berjuang untuk mewujudkan
keadilan sosial di DKI Jakarta.
Hingga akhirnya, Ahok yang berjuang
mati-matian untuk kesejahteraan rakyat Jakarta, harus menjadi pesakitan.
Ahok harus tidur di baik jeruji besi terpisah dari istri, anak-anak,
dan rakyat yang begitu ia cintai. Dia divonis oleh hakim sebagai penista
agama.
Bukankah First Travel yang telah merugikan
umat hingga ratusan miliar Rupiah seharusnya disebut sebagai penista?
Bukankah juga jaringan sindikat Saracen yang telah menimbulkan
perpecahan antarsesama anak bangsa oleh karena ujaran kebencian
bermuatan SARA yang mereka sebar lewat media sosial pantas dicap sebagai
penista?
Lalu, wajarkah kita menyebut Ahok sebagai penista atas segala pencapaiannya, atas segala kerja kerasanya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh warga Jakarta, atas perhargaan dan perhormatannya terhadap kebhinnekaan, atas usahanya memperbaiki birokrasi yang bobrok dan kegetolannya menyelamatkan uang Negara dari orang-orang yang bermain-main dengan sumpahnya? Sebuah pertanyaan yang teramat pantas untuk kita renungkan.
{ ATTETION }
KUMPULAN BERITA VIRAL DARI DUNIA MAYA. BLOG INI HANYA SEBAGAI MEDIA PENYALUR BERITA UNTUK MASYARAKAT. DI DALAM ARTIKEL TERSEBUT DIBUAT SUMBERNYA DAN BILA BERITA TERSEBUT BOHONG ATAU HOAX MOHON DI HUBUNGI ADMIN
0 Response to "Siapakah yang Patut Disebut Penista? First Travel, Saracen atau Ahok "
Post a Comment